Bahan Training Penguatan Pembelajaran Nilai-Nilai Budaya Indonesia

Persoalan budaya dan abjad bangsa sekarang menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu terkena aneka macam aspek kehidupan, tertuang dalam aneka macam goresan pena di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara terkena masalah budaya dan abjad bangsa di aneka macam lembaga seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat menyerupai korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di aneka macam peluang. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan menyerupai peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan aturan yang lebih kuat.

Alternatif lain yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan abjad bangsa yang dibicarakan itu ialah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif  karena pendidikan membangun generasi gres bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diperlukan sanggup berbagi kualitas generasi muda bangsa dalam aneka macam aspek yang sanggup memperkecil dan mengurangi penyebab aneka macam masalah budaya dan abjad bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi mempunyai daya tahan dan dampak yang berpengaruh di masyarakat. 

Kurikulum ialah jantungnya pendidikan (curriculum is the heart of education). Oleh alasannya ialah itu, sudah seharusnya kurikulum, ketika ini, mempersembahkan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan abjad bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, andal pendidikan, para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di aneka macam media massa, 

Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) insan yang dihasilkan masyarakat. Sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu ialah hasil dari interaksi insan dengan sesamanya dan lingkungan alamnya. Sistem berpikir, nilai, moral, norma dan keyakinan itu dipakai dalam kehidupan insan dan menghasilkan sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, sistem pengetahuan, teknologi, seni, dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk sosial menjadi penghasil sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan; akan tetapi juga dalam interaksi dengan sesama insan dan alam kehidupan, insan diatur oleh sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan yang sudah dihasilkannya. Ketika kehidupan insan terus berkembang, maka yang berkembang bahu-membahu ialah sistem sosial, sistem ekonomi, sistem kepercayaan, ilmu, teknologi, serta seni. Pendidikan ialah upaya berkala dalam berbagi potensi akseptor didik, sehingga mereka mempunyai sistem berpikir, nilai, moral, dan keyakinan yang diwariskan masyarakatnya dan berbagi warisan tersebut ke arah yang sesuai untuk kehidupan masa sekarang dan masa menhadir. 

Pendidikan ialah suatu upaya sadar untuk berbagi potensi akseptor asuh secara optimal. Usaha sadar itu dihentikan dilepaskan dari lingkungan akseptor asuh berada, terutama dari lingkungan budayanya, alasannya ialah akseptor asuh hidup tak terpishkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menjadikan akseptor asuh tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan ialah beliau menjadi orang yang tidak menyukai budayanya. 

Budaya, yang menjadikan akseptor asuh tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila akseptor asuh menjadi gila dari budaya terdekat maka beliau tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan beliau tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, beliau sangat rentan terhadap dampak budaya luar dan bahkan cenderung untuk mendapatkan budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi alasannya ialah beliau tidak mempunyai norma dan nilai budaya nasionalnya yang sanggup dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan pertimbangan (valueing).  

0 Response to "Bahan Training Penguatan Pembelajaran Nilai-Nilai Budaya Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel