Hakikat, Tujuan Dan Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

A. Hakikat Pendidikan Kewargguagaraan

Untuk mengetahui hakikat pendidikan kewargguagaan kita harus menelusuri perkembangan mata pelajaran tersebut di dalam kurikulum pendidikan yang pernah berlaku di Indonesia semenjak Indonesia merdeka. Di dalam kurikulum 1946, kurikulum 1957 dan kurikulum 1961 tidak ditemukan adanya mata pelajaran pendidikan kewargguagaraan. Pada kurikulum 1946 dan kurikulum 1957 materi yang ada dikemas dan dimasukkan ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan umum untuk jenjang SD dan mata pelajaran Tata Negara di Sekolah Menengah Pertama dan SMA. Mata pelajaran Pendidikan Kemasyarakatan Negara (PKN) gres dikenal pada kurikulum 1968. Ruang lingkup materinya meliputi beberapa aspek Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics sebagai pengetahuan Kemasyarakatan Negara. Materi ini diperuntukan pada jenjang Sekolah Dasar. Materi yang ada pada jenjang Sekolah Menengah Pertama meliputi Sejarah Indonesia dan Tata Negara. Sedangkan pada jenjang Sekolah Menengan Atas materi PKN lebih banyak mencakupkan materi Undang-Undang Dasar 1945. Pada jenjang pendidikan SPG yang memakai kurikulum 1969, mata pelajaran PKN meliputi beberapa aspek Sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam perkembangannya di dalam kurikulum sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) 1973 ada mata pelajaran Pendidikan Kemasyarakatan Negara (PKN) dan ada Pengetahuan Kemasyarakatan Negara. Melalui kurikulum PPSP pada jenjang SD 8 tahun, diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kemasyarakatan Negara/Studi Sosial yang di dalamnya mencakupkan wacana materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sedangkan pada jenjang Sekolah Menengah 4 tahun, didiberikan mata pelajaran Studi Sosial Terpadu dan mata pelajaran Pendidikan Kemasyarakatan Negara (PKN) dan Civics dan Hukum khusus bagi yang mengambil jurusan sosial.

Selama ini apabila dicermati ada dua wacana tidak sama yang berkembang yang perlu menerima penjelasan. Ada istilah kewargguagaraan dan kemasyarakatan negara. Soemantri (1967) menyampaikan bahwa istilah kewargguagaraan dipakai dalam perundangan terkena status formal masyarakat negara dalam suatu negara, ibarat contohnya wacana perolehan status dan kehilangan status masyarakat negara Indonesia sebagaimana di atur dalam Undang Undang No. 12 tahun 2006. Sementara istilah kemasyarakatan negara ialah terjemahan dari istilah “Civics” yaitu ialah mata pelajaran ilmu sosial yang bertujuan membina dan membuatkan anak didik biar menjadi masyarakat negara yang baik (good citizen). Warga Negara yang baik di sini dimaksudkan yaitu masyarakat negara yang tahu (memiliki pengetahuan), mau (sikap), dan bisa (keterampilan) melakukan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehari-hari. Atau dengan kata lain masyarakat negara yang baik yaitu masyarakat negara yang tahu, sadar dan bisa melakukan hak dan kewajibannya sebagai masyarakat negara.

Secara historis pada kurikulum 1975 istilah Pendidikan Kemasyarakatan Negara (PKN) diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran PMP mencakupkan materi pokok Pancasila sebagaimana yang dijabarkan di dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Hal ini dilakukan untuk melakukan apa yang diamanatkan oleh ketetapan MPR No. II/MPR/1978 wacana P-4. Pada ketika itu mata pelajaran PMP menjadi mata pelajaran wajib yang harus didiberikan di tingkat SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Hal ini terus berlanjut dan tetap dipertahankan baik istilah maupun isi/materinya hingga berlakunya kurikulum 1984.

Keluarnya Undang Undang No. 2 Tahun 1989 wacana Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewargguagaraan (PPKn) di tiruana jalur, jenis dan jenjang pendidikan berdampak pada perubahan kurikulum. Untuk mengakomodasi perintah UU No. 2 tahun 1989 tersebut maka dikeluarkan kurikulum 1994, yang di dalamnya memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewargguagaraan (PPKn).

Berbeda dengan kurikulum 1975 dan 1984, kurikulum PPKn 1994 mengorganisasi materinya tidak atas dasar rumusan butir-butir nilai P-4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P-4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan memakai pendekatan spiral meluas (spiral of concep development). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas. Sesuai dengan Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang diputuskan MPR menurut TAP No. II/MPR/1998 yang memilih bahwa Pendidikan Pancasila meliputi beberapa aspek pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa serta unsur-unsur yang sanggup membuatkan jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan khususnya nilai-nilai 45 kepada generasi muda. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam Pendidikan Pancasila memuat pendidikan ideologi, pendidikan nilai dan moral, serta pendidikan kejuangan.

Sejak berlakunya Undang Undang RI No. 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional sebagai pengganti Undang Undang No. 2 tahun 1989, pasal 37 ayat (2) memutuskan kurikulum pada pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi harus memuat pendidikan agama, pendidikan kewargguagaraan dan bahasa. melaluiataubersamaini demikian pendidikan Pancasila tidak lagi didiberikan secara sendiri, namun berubah namanya menjadi pendidikan kewargguagaraan yang di dalamnya mencakupkan pendidikan nilai dan moral yang bersumber pada Pancasila. Adapun tujuan didiberikannya Pendidikan Kewargguagaraan yaitu dimaksudkan untuk membentuk akseptor didik menjadi insan yang mempunyai rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal ini seiring dengan tujuan pendidikan sebagaimana yang tertuang di dalam Undang Undang wacana Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yakni untuk membuatkan kemampuan dan membentuk tabiat dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan dan mewujudkan tujuan berkembangnya potensi akseptor didik biar menjadi masyarakat negara yang demoktratis dan bertanggung jawaban. Secara substanstif pendidikan kewargguagaraan sebagaimana yang ada dalam undang undang SISDIKNAS sanggup dipahami sebagai suatu mata pelajaran yang ialah wahana pedagogis untuk membuatkan rasa atau intuisi kebangsaan dan cinta tanah air atau patriotisme serta nilai kebajikan demokratis. Yang seringkali menjadi duduk kasus dalam mencapai tujuan tersebut yaitu di dalam merancang dan melakukan pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewargguagaraan yang sanggup membuatkan nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang diharapkan.

Dari uraian tersebut di atas kita sanggup melihat cita-cita, konsep, nilai serta prinsip yang secara konseptual tersurat dan tersirat di dalam dokumen-dokumen resmi yang memuat pilar-pilar pendidikan nasional Indonesia terkait pendidikan kewargguagaraan. Secara sederhana sanggup dijabarkan sebagai diberikut :

1)   Sejak proklamasi 17 Agustus 1945 pendidikan nasional bertujuan untuk membentuk dan membimbing perserta didik menjadi masyarakat negara yang mempunyai rasa tanggung jawaban. Tujuan pendidikan nasional ini dilakukan melalui mata pelajaran akal pekerti
2)   Pada tahun 1950 keluar Undang Undang Nomor 4 Tahun 1950 dirumuskan bahwa tujuan pendidikan yaitu membentuk insan susila yang cakap dan masyarakat negara yang demokratis serta bertanggung jawaban.
3)   Pada tahun 1954 keluar Undang Undang nomor 12 tahun 1954 wacana Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang menggariskan bahwa tujuan pendidikan yaitu “….untuk melahirkan masyarakat negara sosialis, yang bertanggung balasan atas terselenggaranya Masyarakat Sosialis Indonesia, adil dan makmur baik materiil maupun spiritual dan yang berjiwa Pancasila…..”.
4)   Pada tahun 1975/1976 dikeluarkan kurikulum 1975 yang menggariskan didiberikan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah-sekolah. Visi dan misi diemban mata pelajaran PMP ini yaitu nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5)   Pada tahun 1984 ada perkembangan gres di dalam ketetguagaraan di mana MPR mengeluarkan ketetapan No. II/MPR/1978 wacana Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) atau Eka Prastya Pancakarsa. melaluiataubersamaini dikeluarnya ketetapan MPR tersebut, pemerintah melalui menteri Pendidikan mengakomodirnya dengan mengeluarkan kurikulum pendidikan 1984. Visi dan misi kurikulum 1984 sama dengan visi misi kurikulum 1975, spesialuntuk saja muatan materi pembelajarannya tidak sama. Muatan materi pembelajaran pada kurikulum 1984 yaitu butir-butir P-4 yang meliputi 36 butir.
6)   Pada tahun 1989 keluar Undang Undang Nomor 2 Tahun 1989 wacana Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam UU No. 2 tahun 1989 tersebut mengatur wacana mewajiban pada kurikulum yang ada di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan untuk memuat mata pelajaran Pendidikan Kewargguagaraan. melaluiataubersamaini demikian mata pelajaran PMP berubah nama menjadi pendidikan kewargguagaraan (PKn). Pada mapel PKn pembelajaran yang dilaksanakan sanggup membuatkan kebijaksanaan wargguagara (civic virtue) dan pembudayaan/pembiasaan keterampilan (civic culture) di dalam kehidupan sehari-hari secara demokrasi.
7)   Pada tahun 1994 keluar kurikulum gres yakni kurikulum 1994 di mana Pendidikan Kewargguagaraan (PKn) sebagaimana kurikulum 1989 berubah lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewargguagaraan (PPKn). Pada kurikulum 1994 ini meskipun kajian PPKn sama dengan kajian kurikulum 1989, tetapi karakteristik kurikulernya tidak sama. Hal ini sanggup dilihat dari kurikulum 1994 sangat kental dengan Pendidikan Moral Pancasila yang di dalamnya didominasi oleh suatu proses pengembangan nilai serta desiminasi pengetahuan. Hal ini berlanjut hingga ketika ini walau dengan banyak sekali perbaikan dan penyempurnaan.

Dari perkembangan kurikulum sebagaimana yang sudah dipaparkan di atas, kita memperolah citra dan sanggup disimpulkan bahwa pendidikan kewargguagaraan pada hakikatnya ialah pendidikan yang didiberikan dalam rangka membentuk aksara masyarakat negara yang baik (to be good Citizenship). Karakter masyarakat negara yang baik yang dimaksudkan dalam hal ini yaitu aksara yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila baik sebagai dasar negara maupun sebagai pandangan hidup bangsa.

Begitu penting peranan yang dimiliki PKn dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan akseptor didik, maka pembelajaran PKn di sekolah perlu dikembangkan sebagai sentra pengembangan wawasan, sikap dan keterampilan hidup dan kehidupan yang demokratis. Semua ini dilakukan dalam rangka membangun kehidupan demokrasi sebagaimana yang diinginkan. Untuk itu sekolah harus sanggup menjadi wahana pendidikan untuk mempersiapkan masyarakat negara yang demokratis melalui : (a) pengembangan kecerdasan yang meliputi kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan rasional (IQ) dan kecerdasan moral (MQ), (b) membentuk sikap kemauan, serta (c) melatih keterampilan untuk bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

B. Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Kewargguagaraan

Sekolah ialah wahana bagi pengembangan dan pembentukan masyarakat negara yang cerdas, demokratis dan bertanggung jawaban. Oleh alhasil Pendidikan Kewargguagaraan (PKn) secara kurikuler harus sanggup berfungsi menjadi wahana psikologis-pedagogis utama dalam membuatkan dan membentuk masyarakat negara yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan amanat yang didiberikan oleh peraturan perundangan yang terkait dengannya, ibarat halnya :

a.   Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 khususnya alinea ke-4 yang menyatakan bahwa pembentukan pemerintahan negara Indonesia dimaksudkan untuk : “……mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya ……”
b.   Undang Undang No. 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional.
1)   pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 ditentukan bahwa : “Pendidikan Nasional berfungsi membuatkan kemampuan dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi akseptor didik biar menjadi insan yang diberiman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan seterusnya ……”
2)   pasal 4 memilih bahwa pendidikan diselengggarakan secara : (1) demokratis dan berkeadilan, (2) sebagai satu kesatuan yang sistemik, (3) sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan akseptor didik, (4) mempersembahkan keteladanan, membangun kemauan dan membuatkan kreativitas, (5) sanggup membuatkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi masyarakat, (6) sanggup memberdayakan tiruana komponen masyarakat.
3)   pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa : “kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat : pendidikan agama, pendidikan kewargguagaraan, bahasa, dan seterusnya …..”
4)   pasal 38 menyatakan bahwa : “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai relevansinya oleh setiap kelompok atau setiap satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan Provinsi untuk pendidikan menengah”.

c.   Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 wacana Standar Nasional Pendidikan

1). Pasal 6 ayat (1) yang menyatakan :

“Kurikulum SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB /Paket C, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat terdiri dari :

a). kelompok mata pelajaran keimanan, ketakwaan dan etika mulia
b). kelompok mata pelajaran kewargguagaraan dan kepribadian
c). kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d). kelompok mata pelajaran estetika
e). kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan

2). Pasal 6 ayat (4) menyatakan bahwa :

“Setiap kelompok mata pelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan secara holistik sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mata pelajaran ikut mewarnai pemahaman dan/atau penghayatan akseptor didik”

3). Pasal 7 ayat (2) menyatakan bahwa :

“Kelompok mata pelajaran kewargguagaraan dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan akseptor didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia”

Dari uraian tersebut di atas nampak bahwa pendidikan kewargguagaraan didiberikan dan dikembangkan sebagai pranata atau tatanan secara sosio-pedagogis yang aman bagi tumbuh kembangnya kualitas pribadi akseptor didik. Oleh sebab itu sekolah sebagai belahan integral dari masyarakat perlu di arahkan dan dikembangkan sebagai sentra pembudayaan dan pemberdayaan akseptor didik sepanjang hayat. Pembelajaran yang dilakukan di sekolah juga harus bisa memdiberi ketauladanan, membangun kemauan, dan membuatkan kreativitas akseptor didik. Untuk itu proses pembelajaran yang dilakukan hendaknya berlangsung secara demokratis. Secara sedikit demi sedikit sekolah hendaknya menjadi komunitas yang mempunyai budaya yang diberintikan ratifikasi dan penghormatan akan hak dan kewajiban serta adanya keharmonisan dalam menjalani hidup di dalam masyarakat yang tertib, adil dan beradab. Dalam kaitan itulah mata pelajaran PKn harus berfungsi sebagai wahana yang ada di dalam kurikulum untuk membuatkan aksara masyarakat negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawaban.

Wahab dan Sapriya (2011 : 311) menyampaikan bahwa sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan akademik tujuan pendidikan kewargguagaan (civic/citizenship education) di Indonesia yaitu untuk membentuk masyarakat negara yang baik (to be good citizens). Segala sesuatu yang dipakai dan dilakukan guru dalam proses pembelajaran PKn hendaknya bisa membentuk dan menghasilkan lulusan sebagai masyarakat negara yang baik. Pertanyaannya kini yaitu bagaimanakah masyarakat negara yang baik itu? Orang atau masyarakat negara ibarat apa dikatakan sebagai masyarakat negara yang baik?.

Untuk memperoleh jawabanan atas pertanyaan tersebut, di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat dari para tokoh, antara lain :

Nu’man Somantri (2001) mempersembahkan citra wacana masyarakat negara yang baik. Beliau menyampaikan bahwa masyarakat negara yang baik yaitu masyarakat negara yang mempunyai ciri-ciri sebagai diberikut :
a)   yang berani membela serta setia kepada bangsa dan Negara,
b)   memiliki sikap yang toleran kepada sesama,
c)   memeluk salah satu agama yang diakui negara, dan
d)   memiliki sikap demokratis.

Sementara Wahab (1996) mempersembahkan identifikasi masyarakat negara yang baik yaitu masyarakat negara yang mempunyai kriteria :
a)   memahami dan bisa melakukan hak dan kewajibannya dengan baik,
b)   sebagai individu yang mempunyai kepekaan dan tanggung balasan sosial,
c)   mampu memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan secara cerdas,
d)   memiliki sikap disiplin pribadi,
e)   mampu berpikir kritis , kreatif dan inovatif.

Winataputra dan Budimansyah (2007) beropini bahwa masyarakat negara yang baik yaitu masyarakat negara yang mempunyai pengetahuan kewargguagaraan (civic knowledge), mempunyai keterampilan kewargguagaraan (civic skill) dan mempunyai tabiat kewargguagaraan (civic disposition). Pendapat ini bila dikaitkan dengan taksonomi Bloom, maka mempunyai pengetahuan kewargguagaraan terkait dengan aspek kognitif, mempunyai tabiat kewargguagaraan terkait dengan aspek afektif dan mempunyai keterampilan kewargguagaraan terkait dengan aspek psikomotor. Pendapat ini senada dengan pendapat Dardji Darmodiharjo (1987), yang menyampaikan bahwa pendidikan memuat unsur : mengajar (pengetahuan), mendidik (membentuk sikap), dan melatih (keterampilan).

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa pendidikan kewargguagaraan bertujuan untuk :

1.   Menambah pengetahuan atau wawasan akseptor didik akan segala hal yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan benar melalui banyak sekali cara dan metode (aspek kognitif).
2.   Membina dan membentuk sikap wargguagara yang mau dan meyakini akan pengetahuan yang sudah diperoleh. melaluiataubersamaini demikian, pengetahuan yang sudah dipahami tersebut akan diyakini dan terinternalisasi dalam diri atau mempribadi dalam jiwa akseptor didik, yang akan menjadi sikapnya dalam menanggapi persoalan-persoalan yang ada (aspek sikap).
3.   Melatih keterampilan kewargguagaraan kepada akseptor didik untuk sanggup menjadi masyarakat negara yang terampil berdemokrasi. Hal ini dilakukan melalui atau dengan cara membiasakan atau membudayakan kepada akseptor didik bersikap dan berperilaku sesuai nilai-nilai serta norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-har aspek Psikomotor).

Semua hal tersebut di atas nampaknya sejalan dengan tujuan pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO, yakni learning to know (aspek Pengetahuan), learning to be (aspek Afektif), learning to do and learning to life to gether (aspek keterampilan). Untuk itu tiruana maka PKn dikembangkan biar bisa mengarahkan masyarakat negara yang dinamis dalam rangka menghadapi tantangan di abad global. Warga Negara yang diperlukan melalu PKn yaitu : (a) masyarakat negara yang cerdas, (b) masyarakat negara yang mempunyai komitmen, serta (c) masyarakat negara yang bisa melibatkan diri atau partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia serta dalam pergaulan internasional.

Di abad global ini PKn seyogyanya diarahkan lebih fungsional dan sanggup memmenolong akseptor didik dalam memecahkan duduk kasus serta bisa mengambil keputusan sendiri di dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu PKn hendaknya diubahsuaikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat. Maksudnya, PKn hendaknya bisa sebagai wahana yang sanggup membentuk dan membuatkan akseptor didik menjadi masyarakat negara yang mempunyai kecerdasan biar bisa mengikuti keadaan dengan lingkungannya.

C. Ruang Lingkup Pendidikan Kewargguagaraan

sepertiyang sudah diuaraikan sebelumnya, ruang lingkup materi yang dibahas di dalam pendidikan kewargguagaraan tentunya sesuai dengan sejarah perkembangan kurikulum. Untuk mengingat kembali sejarah perkembangan kurikulum pendidikan kewargguagaraan, sanggup dijabarkan sebagai diberikut :

1.   Sejak Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, tujuan pendidikan kewargguagaraan diarahkan pada pendidikan aksara yaitu suatu pendidikan yang bertujuan untuk membentuk dan membangun aksara bangsa. (Nation and character building) yang materinya terintegrasi ke dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang ada.
2.   Pendidikan Kewargguagaran gres berdiri sendiri sebagai mata pelajaran setelah dikeluarkannya kurikulum 1968. Ruang lingkup materinya meliputi : sejarah usaha bangsa Indonesia, ilmu bumi, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
3.   Pada kurikulum 1975 ruang lingkup pendidikan kewargguagaraan (waktu itu berjulukan PMP) meliputi : Pancasila, Ketetapan MPR dan GBHN.
4.   Pada kurikulum 1984 ruang lingkup pendidikan kewargguagaraan yaitu butir-butir P-4. Hal ini dilakukan untuk mengakomudasi perkembangan ketatguagaraan. Melalui sidang MPR pada tahun 1978, MPR memutuskan TAP No. II/MPR/1978 wacana Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4). Untuk itulah di bidang pendidikan dikeluarkan kurikulum 1984, khususnya pada pendidikan kewargguagaraan materinya meliputi 36 butir P-4.
5.   Pada tahun 1994 keurikulum pendidikan mengalami perubahan. Sejak ketika itu mata pelajaran PMP berubah nama menjadi Pendidikan Kewargguagaaraan (PKn). Sesuai dengan ketetapan MPR No. II/MPR/1998 wacana GBHN ditentukan bahwa materi PKn meliputi beberapa aspek butir-butir P-4, PMP, PSPB dan unsur-unsur yang sanggup membuatkan semangat dan nilai-nilai kejuangan 45. melaluiataubersamaini kata lain pendidikan kewargguagaraan meliputi : pendidikan ideologi, pendidikan nilai dan moral serta pendidikan kejuangan.
6.   Pada tahun 2003 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional memilih bahwa pendidikan kewargguagaraan ialah mata pelajaran wajib yang harus ada di setiap kurikulum satuan pendidikan. Sementara materinya terkait dengan empat pilar (elemen dasar : penulis) kehidupan berbangsa dan bernegara yakni : Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika. Penyanmpaian materi tersebut dikembangkan bukan saja pada aspek kognitif, namun juga tetap mempersembahkan pementingan pada pembentukan sikap dan keterampilan akseptor didik.

Ruang lingkup pendidikan kewargguagaraan pada hakikatnya meliputi seluruh acara yang ada baik di sekolah melalui acara intra kurikuler, acara ko kurikuler maupun ekstra kurikuler yang dilakukan di dalam dan di luar kelas, melalui diskusi maupun acara di dalam organisasi kesiswaan. Oleh alhasil pendidikan kewargguagaraan di dalamnya termasuk pengalaman, minat, kepentingan pribadi, masyarakat dan negara yang ditetapkan dalam kualitas pribadi seseorang.

Dalam kaitan ini NCSS (National Council for Sosial Studies) merumuskan bahwa Pendidikan Kewargguagaraan (civic education) meliputi pengaruh-pengaruh positif dari :
(a)  pendidikan di sekolah;
(b) pendidikan di rumah; dan
(c)  pendidikan di lingkungan masyarakat.

Artinya seluruh acara yang dilakukan akseptor didik ialah materi masukan bagi pendidikan kewargguagaraan dalam memahami dan mengapresiasi tujuan dan impian nasional serta membuat keputusan yang cerdas dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Nu’man Somantri (2001 : 299) menyampaikan bahwa pendidikan kewargguagaraan yaitu agenda pendidikan yang diberintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pegaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang renta yang ketiruananya itu diproses guna melatih akseptor didik berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup yang demokratis menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Berdasarkan beberapa uraian di atas PKn yaitu didiberikan untuk mempersiapkan masyarakat negara yang kritis, analitis, aktif, bersikap dan bertindak demokratis. Sehingga muara dari mata pelajaran PKn yaitu mewujudkan masyarakat negara yang partisipatif. Hal tersebut berlangsung hingga sekarang, meskipun dengan tambahan-tambahan dan penyempurnaan. Namun secara substasi ruang lingkup materi yang didiberikan tidaklah tidak sama. 

0 Response to "Hakikat, Tujuan Dan Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel