Substansi Pendidikan Kewarganegaraan

A. Paradigma PKn pada era Reformasi

Menjelang usianya yang ke 71, Bangsa Indonesia sudah semakin bertambah dewasa. Seiring dengan itu, bangsa Indonesia menjadi semakin bijak, semakin transparan, terbuka dan kebijakan-kebijakan yang disusun serta dilaksanakan semakin sanggup dipertanggung jawabankan. Sektor pendidikan sebagai salah satu aspek dalam kehidupan nasional harus beradaptasi dengan perkembangan yang terjadi. Khususnya pendidikan kewargguagaraan sebagai salah satu mata pelajaran wajib yang ada di persekolahan perlu beradaptasi dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang dan terus berubah. Proses pembangunan abjad (nation and character building) yang sudah dicanangkan semenjak pertama negara Indonesia berdiri perlu direvitalisasi biar sesuai dengan arah dan pesan konstitusi negara RI.

Di era global mirip kini ini isu-isu yang berkembang dan menjadi tuntutan masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yakni : demokratisasi, Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup. Ketiga hal tersebut menjadi tuntutan dan perhatian bagi masyarakatnya, maupun dalam melaksanakan kekerabatan dengan bangsa-bangsa lain. Terkait dengan ini Winataputra (2009 : 1) menyampaikan bahwa konstitusi negara Indonesia (UUD Negara RI tahun 1945) mengharapkan arah pembentukan abjad bangsa ditujukan pada penciptaan masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi sebagai titik sentral di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itulah, dalam rangka melaksakan dan mengarahkan pemikiran pada pembentukan abjad bangsa yang demokratis cukup mendesak dilakukan.

PKn yang ialah salah satu mata pelajaran wajib di persekolahan dan dipergunakan sebagai wahana untuk membentuk masyarakat negara yang berkarakter demokratis sebagaimana diharapkan mempunyai kiprah penting dan cukup strategis. Sebagai mata pelajaran nilai, PKn wajib mempersembahkan dan menambah wawasan penerima didik wacana nilai-nilail yang benar yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. PKn wajib melaksanakan training serta menumbuh kembangkan sikap-sikap penerima didik ke arah yang diinginkan oleh nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945. Melalui PKn di persekolahan penerima didik dilatihkan melalui pembiasaan-pembiasaan wacana sikap dan keterampilan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sesuai pendapat Dardji Darmodiharjo, bahwa PKn sebagai suatu pendidikan yang dilakukan wacana kewargguagaraan, meliputi : mengajar, mendidik dan melatih. Mengajar maksudnya menambah wawasan dan mempersembahkan pengetahuan yang benar wacana kewargguagaraan, mendidik, maksudnya membentuk sikap-sikap yang sesuai dengan nilai dan norma-norma masyarakat, melatih, maksudnya membiasakan penerima didik melaksanakan sikap untuk terampil dalam melaksanakan kekerabatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Menurut Winataputra, (2009 : 3) dalam kaitan membentuk penerima didik menjadi masyarakat yang demokratis, PKn mempunyai 3 (tiga) kiprah pokok , yaitu :

1.   Mengembangkan masyarakat negara menjadi masyarakat negara yang cerdas (civic intelligence).
2.   Membina masyarakat negara supaya menjadi masyarakat negara yang bertanggung jawaban (civic responsibility)
3.   Mendorong masyarakat negara supaya mau dan bisa berpartisipasi (civic participation) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

B. Warga Negara Yang Cerdas.

Memiliki masyarakat negara yang cerdas sangat dibutuhkan suatu negara. Setiap bangsa dan negara pasti ingin mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mencapai tujuan serta cita-citanya. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, suatu bangsa sangat membutuhkan masyarakat negara yang cerdas, tidak terkecuali bagi negara Indonesia. Melalui masyarakat negara yang cerdas tidak saja akan sanggup mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia, tetapi melalui masyarakat negara yang cerdas juga akan sanggup mengangkat derajat dan martabat bangsa serta menjadikan bangsa ini mempunyai nilai kompetitif yang tinggi (competitiveness) dalam melaksanakan kekerabatan dengan bangsa-bangsa lain. Oleh alasannya yakni itulah melalui pendidikan kewargguagaraan yang didiberikan di persekolahan diharapkan akan sanggup melahirkan tidak saja masyarakat negara yang baik, tertapi juga masyarakat negara yang cerdas.

Kecerdasan masyarakat negara meliputi banyak hal atau meliputi banyak sekali dimensi, sehingga dalam pelaksanaannya tiruana kecerdasan tersebut harus dilakukan secara seimbang, tidak spesialuntuk dalam dimensi intelektual sebagaimana selama ini seringkali dilakukan. Melalui PKn masyarakat negara diharapkan mempunyai kecerdasan yang jamak. Adapun kecerdasan-kecerdasan jamak dimaksud, yang harus dimiliki masyarakat negara Indonesia meliputi : kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ) dan bahkan kecerdasan moral (Moral Qoution) (Nurmalina dan Saifullah: 2008 )

Sekolah dihentikan spesialuntuk menyebarkan kecerdasan intelektual tanpa diikuti pengembangan kecerdasan emosi, spiritual serta moral. Lebih lanjut Nurmalina dan Saifullah megatakan bahwa kecerdasan intelektual harus di dasari (di back-up) oleh kecerdasan emosional, spiritual dan bahkan kecerdasan moral. Jika tidak maka akan sanggup terjadi dan “sudah seringkali terjadi” kecerdasan intelektual yang dimiliki seseorang disalah gunakan. Penggunaan kecerdasaan intelektual tanpa dilandasi oleh kecerdasan emosional, spiritual dan moral seringkali berperihalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma yang berlaku. Di dalam kehidupan masyarakat seringkali terjadi kecerdasan intelektual dipresentasikan dengan berpikir rasional yang didukung oleh nalar, namun mengabaikan nilai-nilai moral, nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan. Muara dari tiruana itu, sanggup menggiring insan menjadi insan yang sombong, arogan atau congkak. Menganggap dirinya yang paling benar, dirinya yang paling pintar, dirinya yang paling bisa, sementara orang lain dianggap tiruananya kurang pandai sehingga lebih rendah. Bahkan dengan spesialuntuk mempunyai kecerdasan intelektual tanpa dilandasi kecerdasan yang lain, insan manganggap kecerdikan atau rasio sebagai sumber utama dan satu-satunya sumber kebenaran.

Kecerdasan emosional (EQ) yang dimiliki seseorang diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan menghargai orang lain serta menghormati kepentingan orang lain. melaluiataubersamaini mempunyai sikap-sikap mirip itu sanggup membimbing dan mengarahkan seseorang menjadi orang yang peka, peduli dan respek kepada sesamanya. Sehingga insan sanggup bersikap toleran, mau menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Sikap-sikap yang mencerminkan kecerdasan emosional tersebut sanggup membuat suasana yang sanggup memperkuat persatuan dan kesatuan. Kecerdasan emosional yang dimiliki seseorang lambat laun akan sanggup mencairkan perperihalan-perperihalan potensial yang ada.

Masalah-masalah yang ada dalam kehidupan tidak akan bisa selesai spesialuntuk dengan kesabaran atau perasaan sabar (kecerdasan emosional). Adanya inisiatif, kreatifitas serta kecerdikan (kecerdasan intelektual) sangat dibutuhkan dalam menuntaskan masalah. Oleh alasannya yakni itu pengelolaan emosi (“kecerdasan emosional”) juga membutuhkan memakai kecerdasan intelektual mirip : nalar, logika maupun bakat. Jika tidak bisa saja terjadi, sesorang spesialuntuk berdiam diri tidak melaksanakan apa-apa (sebagai cermin kecerdasan emosional) ketika menghadapi suatu masalah. Oleh karenanya, antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional saling membutuhkan dan dipadukan secara seimbang. Kecerdasan emosional tanpa didukung oleh kecerdasan intelektual menjadikan orang tidak berbuat apa-apa, sementara kecerdasas intelektual tanpa didasari kecerdasan emosional menimbulkan seseorang menjadi sombong, angkuh, egois. Substansi dari kecerdasan intelektual yakni nalar, sedangkan substansi kecerdasan emosional yakni perasaan atau mood.

Hasil penelitian membuktikan bahwa kecerdasan intelektual spesialuntuk menyumbang tidak lebih dari 20% untuk keberhasilan seseorang dalam hidup. Hampir 80% keberhasilan seseorang dalam hidup ditentukan oleh kecerdasan-kecerdasan lainnya, mirip : emosional, spiritual dan sosial. Artinya bahwa seseorang tidak bisa mengharapkan keberhasilan dalam hidupnya spesialuntuk dengan mengandalkan kecerdasan Intelektual yang dimiliki. Terlebih dalam era kini ini orang sangat perlu mempunyai jaenteng, sangat butuh akan kehadiran orang lain. Semakin banyak kawan, semakin banyak jaenteng ialah modal utama bagi keberhasilan seseorang. Untuk sanggup menjalin mitra dan membuat jaenteng, seseorang harus bisa dan bisa mengelola emosi. Seseorang dihentikan bersikap egois kalau ingin memperoleh kawan. Orang yang egois, yakni orang yang spesialuntuk mau menangnya sendiri, orang yang mengedepankan kepentingannya sendiri, tidak mau peduli pada kepentingan orang lain. Hanya orang yang pandai dan cerdas mengelola emosinya atau dengan kata lain spesialuntuk orang yang mempunyai kecerdasan emosional akan disenangi orang lain, alasannya yakni orang mirip itu pandai sangat senang hati orang lain, orang yang suka berempati pada orang lain. Dalam kehidupan berlaku aturan resiprositas (timbal balik) sebagai aturan kodrat atau aturan alam yang menimpa setiap individu manusia. Seseorang cenderung akan bersikap baik pada orang yang juga bersikap baik kepadanya, orang akan cenderung bersikap jahat sebagai jawaban sikap jahat yang dilakukan orang lain kepadanya, demikian seterusnya.

Berdasarkan hasil penelitian, orang-orang yang kurang melatih keseimbangan kecerdasan emosionalnya akan sanggup mengkibatkan hal-hal sebagai diberikut, antara lain:

a.   Gampang merasa kalut ketika terjadi peristiwa jelek yang menimpanya
b.   Kurang sanggup melaksanakan kerjasama (tim work), dan simpel retak atau tidak tahan usang dalam menjalin kerjasama dengan orang lain
c.   Kurang sanggup mengendalikan diri alasannya yakni emosi yang simpel meledak-ledak, sehingga simpel kalap
d.   cepatdangampang sekali kehilangan motivasi, maupun pandangan gres
e.   cepatdangampang bertindak melampaui batas (kebablasan) atau sebaliknya yaitu tidak berani bertindak alasannya yakni terlalu hati-hati yang kesannya tidak berbuat apa-apa.

Kecerdasan Spiritual (SQ) berkenaan dengan penanaman, pemahaman serta pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual, sikap dan perbuatannya selalu dipancari nilai-nilai agama yang diyakini yang mempunyai kebenaran mutlak. Di dalam pikiran insan bersemayam suatu titik yang disebut Titik Tuhan (God Spot) atau hati nurani atau kata hati atau ada yang menyebut dengan Insan Qolbu. Titik inilah yang menjadi pilar dari kecerdasan spiritual. Adapula yang menyebutnya dengan kecerdasan hati. Kecedasan Spiritual atau kecerdasan hati sanggup diasah atau dilatihkan. Kecerdasan hati sanggup menjadi cerdas dengan cara membiasakan dalam setiap menangkap, memahami serta mengamini kebenaran selalu memakai hati. Hati yang didiberikan oleh Sang Pencitpa Tuhan Yang Maha Esa intinya baik dan membersihkan. Suara hati atau Insan Qolbu tersebut selalu mengarahkan orang untuk bersikap dan berbuat baik. Dalam perkembangannya sangat bergantung pada lingkungan di tempat ia dibesarkan. Disinilah dibutuhkan adanya pembiasaan atau dilatihkan.

Orang yang cerdas secara spiritual, yakni orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai diberikut , antara lain :

a.   Kuat tapi tidak keras alasannya yakni mempunyai kelenturan. Orang mirip ini menyerupai air pelan namun pasti watu yang demikian besar lengan berkuasa sekalipun bisa habis terkikis olehnya.
b.   Tahu akan kemampuan diri sendiri, alasannya yakni selalu mau introspeksi diri, sehingga sadar diri
c.   Kualitas hidupnya didasarkan pada visi ke masa depan dan selalu berpedoman pada nilai-nilai kebenaran. Masa kemudian ialah pengalaman yang digunakan sebagai pijakan dalam mejalani kehidupan hari ini, dan kemudian digunakan merancang kehidupan di masa depan. Semua itu didasarkan pada nilai-nilai kebenaran agama yang diyakini.
d.   Memiliki kemampuan untuk tidak melaksanakan hal yang tidak penting. Orang yang mempunyai kecerdasan religius tidak pernah memmembuang-membuang waktunya secara percuma. Segala acara yang dikerjakan bermanfaa guna kehidupan hari ini maupun di kemudian hari
e.   Memiliki kemampuan untuk menemukan alasan, jawabanan dan makna hidup. Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual memahami betul apa, mengapa dan bagaimana cara hidup yang benar. Oleh alasannya yakni itu setiap gerak langkahnya selalu beralasan dan diarahkan untuk menjawaban makna hidup yang dipahami.
f.    Memiliki kemampuan untuk menolong dan berbuat baik kepada orang lain. Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual mempunyai kesadaran bahwa tiruana makhluk yang ada di bumi yakni ciptaanNYA, maka kesadaran ini mendorong dan menjadi alasan seseorang untuk menolong orang lain.

Sementara orang yang tidak mempunyai kecerdasan spiritual alasannya yakni tidak mau mendengarkan bunyi hatinya, mempunyai belum sempurnanya-belum sempurnanya sebagai diberikut :

a.   Cenderung menjadi fanatisme buta terhadap kebenaran maupun keyakinan alasannya yakni tidak dicerahkan oleh intelektualnya
b.   Orangnya menjadi sadis, brutal dan cenderung melaksanakan tindakan negative
c.   cepatdangampang sekali lepas kontrol dan menyalah gunakan kekuasaan

Apabila menyimak uraian tersebut di atas maka sanggup ditarik simpulan bahwa masyarakat Negara yang ingin dibuat melalu mata pelajaran pendidikan kewargguagaraan yakni masyarakat Negara yang mempunyai multi kecerdasan atau kecerdasan yang utuh. Yakni masyarakat Negara yang mempunyai kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan moral. melaluiataubersamaini kata lain wrga Negara yang dibuat yakni masyarakat Negara yang cerdas otak/akalnya, cerdas perasaannya, cerdas hatinya dan cerdas moralnya.

C. Warga Negara Yang Bertanggung Jawab

Sebelum mengulas karakterisik masyarakat Negara yang bertanggung jawaban, terlebih doloe akan dibahas wacana apa yang dimaksud dengan tanggung jawaban. Ridwan Halim (1988) mendefinisikan tanggung jawaban sebagai suatu akhir lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu berupa hak, kewajiban maupun kekuasaan. melaluiataubersamaini demikian secara umum tanggung jawaban diartikan sebagai kewajiban untuk melaksanakan sesuatu atau berperilaku berdasarkan cara tertentu. Sementara Purbacaraka (1988) menyampaikan bahwa tanggung jawaban ialah sesuatu yang lahir atau bersumber pada penerapan akomodasi dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk memakai hak dan/atau kewajibannya. Lebih lanjut ditegaskan bahwa setiap pelaksanaan kewajiban dan hak, baik yang dilaksanakan secara memadai maupun tidak memadai intinya tetap harus disertai dengan pertanggung jawabanan. Demikan juga hal di dalam penggunakan kekuasaan.

Dari uraian tersebut di atas, sanggup ditarik kesimpulan bahwa tanggung jawaban dekat kaitannya dengan penerapan hak dan kewajiban serta kekuasaan. Artinya tanggung jawaban menempel dalam hak, kewajiban serta kekuasaan yang dimiliki seseorang. Setiap kali orang melaksanakan hak, melaksanakan kewajiban maupun melaksanakan kekuasaannya akan disertai pula dengan tanggung jawaban.

Ada beberapa hal atau aspek yang perlu diperhatikan pada ketika seseorang memakai haknya, antara lain :

a.   Aspek kekuatan yang di dalamnya mencakupkan wacana kekuasaan dan wewenang. Maksudnya bahwa betapapun besar dan mutlaknya hak yang dimiliki seseorang, namun bilamana pemegangnya tidak mempunyai wewenang atau kekuasaan maka tiruana hak yang dimiliki tersebut sama sekali tidak punya arti atau tidak ada gunanya.
b.   Aspek pemberian aturan yang mempersembahkan kekuatan. Melalui pemberian aturan tersebut mensyahkan atau melegalisir hak seseorang sehingga mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk menggunakannya.
c.   Aspek pembatasan aturan yang membatasi seseorang dalam memakai haknya supaya tidak hingga melampaui batas. Maksudnya dalam memakai haknya, seseorang dibatasi aturan supaya tidak melampaui kepantasan dan kelayakan yang sanggup menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Berdasarkan uraian tersebut di atas membuktikan kepada kita bahwa seseorang di dalam memakai haknya tidak bisa dilakukan secara mutlak. Artinya meskipun itu haknya tetapi dalam penerapannya dibatasi oleh hak orang lain. Oleh alasannya yakni itu dalam memakai hak harus memperhatikan atau mempertimbangkan hak orang lain. Setiap orang pasti mempunyai hak sekaligus kewajiban. Bahkan antara hak dan kewajiban menyerupai sekeping mata uang. Dibalik hak ada kewajiban yang harus dilakukan, demikian sebaliknya.

Ada beberapa aspek atau hal yang perlu diperhatikan pada ketika melaksanakan kewajiban, antara lain:

a.   Aspek kemungkinan atau kelogisan, maksudnya bahwa adanya kemungkinan atau kemampuan bagi pihak berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban tersebut sebagaimana mestinya.
b.   Aspek pemberian hukum, maksudnya bahwa adanya pemberian aturan yang melegalisir atau mensahkan pihak yang berkewajiban yang akan melindungi yang bersangkutan dari segala macam tuntutan mabadunga ia sudah melaksanakan kewajibannya.
c.   Aspek pembatasan hukum, maksudnya yakni adanya pembatasan secara aturan yang didiberikan kepada pihak berkewajiban sehingga hal tersebut akan menjaga atau membatasi supaya dalam menjalankan kewajibannya tidakboleh hingga kurang dari batas minimal kewajiban,, sehingga sanggup menimbulkan kerugian pada pihak lain. d. Aspek pengecualian hukum, yaitu adanya pertimbangan aturan yang ialah aspek pengecualian yang didiberikan kepada seseorang dalam melaksanakan kewajibannya dengan tidak memadai.

Aristoteles (dalam Nurmalina dan Saifullah : 2008 : 45) menyampaikan bahwa masyarakat negara yang bertanggung jawaban yakni masyarakat Negara yang baik, dan masyarakat negara yang baik yakni masyarakat negara yang mempunyai keutamaan atau kebajikan sebagai masyarakat negara. Terkait dengan hal keutamaan dan kebajikan ini, Plato menyampaikan ada empat keutamaan atau kebajikan yang dihubungkan dengan tiga serpihan jiwa manusia. Adapun keempat keutamaan yang dimaksud yakni :

1.   Pengendalian diri (temperance), hal ini dihubungkan dengan nafsu
2.   Keperkasaan (fortitude), hal ini dihubungkan dengan semangat
3.   Kebijaksanaan atau kearifan, hal ini dihubungkan dengan kecerdikan
4.   Keadilan, hal ini dibhubungkan dengan ketiga serpihan jiwa insan sebelumnya (pengendalian diri, keperkasaan dan kebijaksanaan/kearifan)

Hal ini sanggup disederhanakan melalui visualisasi table diberikut :

Tabel 1 : Kebajikan atau keutamaan insan
Keutamaan atau kebajikan
Jiwa manusia
• Pengendalian diri (temperance)
• Keperkasaan (fortitude)
• Kebijaksanaan atau kearifan
• Keadilan
• Nafsu (ephitumia)
• Semangat (thumos)
• Akal (nous)
• Nafsu, semangat dan kecerdikan

Aristoteles sebagai anakdidik dari Plato mempunyai pendapat yang tidak sama dengan pendapat gurunya. Aristoteles (dalam Nurmalina dan Saifullah : 2008 : 46) berpandangan bahwa keutamaan atau kebajikan insan sesuai kiprah dan fungsinya yang ada harus di lihat secara utuh. Terkait dengan ini fungsi dan kiprah masyarakat negara tidak sama-beda satu dengan yang lainnya, apalagi bila di lihat di dalam negara pasti mempunyai masyarakat negara yang bermacam-macam atau tidak sama-beda. Aristoteles menyampaikan bahwa kebajikan seluruh masyarakat negara suatu negara tidak mungkin satu, melainkan bermacam-macam atau tidak sama-beda yaitu sesuai dengan fungsi dan kiprah yang dimiliki masing-masing.

Pendapat Aristoteles wacana kebajikan atau keutamaan ini nampaknya lebih realistis dan masih relevan bila dikaitkan dengan konteks kehidupan masyarakat negara ketika ini. Adanya keberagaman individu masyarakat negara dengan status dan kiprahnya masing-masing tidak sama satu dengan yang lainnya, ialah suatu realitas yang tidak terbantahkan, termasuk di dalam merealisasikan fungsi dan kiprah yang dimiliki tidak sama-beda pula.

Warga Negara yang bertanggung jawaban akan selalu berusaha melaksanakan dan memakai hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seoptimal mungkin. Warga negara yang cerdas, dalam melaksanakan hak dan kewajiban yang dimiliki akan selalu berupaya mengetahui ruang lingkup tanggung jawaban yang harus diembannya. Apabila dicermati, ada beberapa tanggung jawaban yang harus diemban dan dilaksanakan oleh masyarakat negara, antara lain :

1.  Tanggung jawaban pribadi meliputi :
a. Tanggung jawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Tanggung jawaban terhadap diri sendiri

2.  Tanggung jawaban sosial, meliputi :
a. Tanggung jawaban terhadap masyarakat
b. Tanggung jawaban terhadap lingkungan
c. Tanggung jawaban terhadap bangsa dan Negara

Adapun klarifikasi masing-masing sebagai diberikut ini :

Ad 1 : Tanggung Jawab Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

sepertiyang diketahui bahwa Indonesia yakni negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini di dasarkan pada sila I Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pasal 29 ayat (2) berbunyi : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agamanya masing-masing dan untuk diberibadah berdasarkan agama dan kepercayaannya itu.

Berdasarkan landasan idiil sebagaimana tercantum dalam Pancasila sila I dan konstitusioal yang tercantum pada pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut mewajibkan kepada setiap masyarakat negara Indonesia untuk senantiasa melandasi sikap dan perilakunya dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Tanggung jawaban masyarakat Negara terhadap Tuhannya diwujudkan dengan melaksanakan tiruana perintah dan mejauhi larangan-laranganNYA. Hal ini masing-masing akan dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan sikap dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Ketiruananya itu dipancari oleh nilai-nilai keimanan dan ketakwaan terhadap TYME dalam melaksanakan kekerabatan atau interaksi dengan sesama di dalam kehidupan masyarakat. Tuhan mengajarkan kepada setiap hambaNYA untuk menjalin kekerabatan yang baik dan serasi dengan siapa saja dengan tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, warna kulit, bahasa, maupun perbedaan-perbedaan yang lain. Di hadapan Tuhan YME insan tidak dinilai alasannya yakni kedudukan, jabatan, harta kekayaan yang dimiliki, status sosial maupun titel atau pengetahuan yang dimiliki. Di mata Tuhan YME nilai insan teletak pada derajat keimanan dan ketakwaannya kepadaNYA.

Ada beberapa cara dalam mengimplementasikan bentuk tanggung jawaban masyarakat negara terhadap Tuhan YME, diantaranya :

a.   Mensyukuri segala nikmat yang sudah dikaruniakan-NYA kepada kita
b.   Taat diberibadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing
c.   Melaksanakan segala perintah-NYA dan menjauhi segala laranganNYA
d.   Terus menuntut ilmu sepanjang hayat serta memakai demi kebaikan umat insan
e.   Menjalin tali silaturahmi atau persaudaraan dengan siapa saja guna membuat kehidupan yang aman, tenteram , hening dan sejahtera

Ad 2 : Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat

Sebagai mahluk sosial insan tidak bisa lepas dari masyarakat. Frans Magnis Suseno (1993) menyampaikan bahwa kebermaknaan insan itu jikalau ia hidup di masyarakat. Hal ini sanggup dimaklumi mengingat insan sebagai mahluk social tidak bisa lepas dari keberadaan insan lain. Artinya insan dalam memenuhi tiruana kebutuhan hidup biar sanggup tetap mempertahankan kelangsungan hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Sehingga insan sepanjang hayatnya selalu membutuhkan orang lain, mulai lahir bahkan semenjak masih ada di dalam Rahim seorang ibu hingga meninggal membutuhkan orang lain. Dalam kaitan inilah dikatakan bahwa insan sebagai anggota masyarakat senantiasa cenderung hidup berkelompok / bermasyarakat.

Sebagai anggota masyarakat, perwujudan tanggung jawabannya sanggup
dilaksanakan dalam bentuk sikap dan sikap sebagai diberikut :

a.   Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b.   Menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan masyarakat
c.   Meningkatkan rasa kesetia kawanan sosial di antara sesama anggota masyarakat
d.   Menghindari sikap dan tindakan diskriminatif dalam rangka menghindari terjadinya perpecahan di masyarakat, bangsa dan negara

Ad 3 : Tanggung Jawab Terhadap Lingkungan

Manusia dan lingkungan mempunyai kekerabatan yang sangat dekat satu sama lain dan tidak sanggup dipisahkan. Manusia selalu membutuhkan lingkungan sebagai tempat hidup dan tempat kehidupannya, sementara untuk memelihara kelestariannya lingkungan membutuhkan campur tangan manusia. Sumaatmaja (1998) menyampaikan bahwa insan dan alam ada dalam konteks keruangan yang saling mempengaruhi. Hanya saja tingkat imbas yang didiberikan insan terhadap lingkungan ditentukan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) yang dikuasai. Berdasarkan Iptek tersebut kekerabatan insan dengan alam sanggup dikelompokkan menjadi tiga :

a.   Kelompok insan yang masing sangat tergantung kepada alam
b.   Kelompok insan yang gres bisa menyesuaikan dengan alam
c.   Kelompok insan yang sudah bisa mengelola serta memanfaatkan alam

Tanggung jawaban yang dimiliki insan dalam melaksanakan kekerabatan dengan lingkungan alam tidaklah enteng. Manusia dituntut mempunyai sikap dan dan perilaku, antara lain :

a.   Memelihara dan menjaga kemembersihkanan lingkungan
b.   Mengeksploitasi lingkungan sesuai kebutuhan, dan tidak dilakukan secara berlebihan
c.   Menggunakan teknologi ramah lingkungan

Apabila setiap individu di dalam masyarakat sanggup melaksanakan hubungannya dengan lingkungan secara bertanggung jawaban mirip yang di uraikan di atas, pasti kehidupan di dalam masyarakat akan sanggup berjalan dengan tertib, aman, hening serta penuh dengan romantika dan keindahan. Penggunakan teknologi yang ramah lingkungan dalam pemaantaatan potensi alam, disamping sanggup meningkatkan kesejahteraan hidup , juga akan sanggup menjaga kelestariannya. Oleh alasannya yakni itu, insan harus bisa menguasai teknologi, bukan sebaliknya, teknologi yang menguasai manusia. melaluiataubersamaini menguasai teknologi insan akan sanggup mengendalikan tehnologi tersebut sesuai dengan keinginannya. Kerusakan alam lingkungan seringkali terjadi sebagai akhir ketidak mampuan insan menguasai teknologi atau teknologi sudah menguasai insan itu sendiri.

Ad 4 : Tanggung Jawab Terhadap Bangsa dan Negara

Kelangsungan hidup serta maju mundurnya suatau bangsa menjadi tanggung jawaban masyarakat negaranya. Berdirinya suatu Negara alasannya yakni keinginan bersama dari masyarakat negaranya. Konsekunsinya bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidup Negara yang didirikan menjadi tanggung jawaban tiruana wargguagara. Demikian pula keadaan suatu bangsa, apakah bangsa itu maju, berkembang, bahkan mengalami kemuduran sangat bergantung dan menjadi tanggung jawaban masyarakatnya sendiri.

Sebagai masyarakat Negara Indonesia sudah menjadi kiprah dan tanggung jawaban kita tiruana untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanpa adanya partisipasi (sebagai bentuk tanggung jawaban) seluruh masyarakat negara, tidak menutup kemungkinan bangsa dan negara ini bisa mengalami kehancuran. Apalagi jikalau kita ingin mewujudkan tujuan dan harapan nasional sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu menuntut tiruana kita melaksanakan tanggung jawaban sebagai masyarakat negara secara konsisten dan konsekuen. Semua itu sanggup diwujudkan dalam bentuk sikap dan sikap kehidupan sehari-hari berupa :

a.   Memahami, menghayati serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam segala
a.   aspek kehidupan sehari-hari
b.   Menjaga dan memelihara nama baik bangsa dan negara
c.   Menjaga persatuan dan keutuhan bangsa
d.   Membina kesetiakawanan sosial diantara sesame masyarakat negara Indonesia
e.   Meningkatkan wawasan kebangsaan.

D. Warga Negara partisipatif

Setiap bangsa dan Negara mengharapkan masyarakatnya ikut berpartisipasi atau terlibat dalam setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan. Bentuk dan wujud partisipasi sangat beragam, sanggup berupa fisik dan non fisik. Partisipasi dilakukan dengan banyak sekali ganjal an/landasa, mirip : alasannya yakni paksaan dengan disertai sanksi, permintaan orang/kelompok lain atau kesadaran sendiri. Partisipasi yang paling baik yakni partisipasi yang dilakukan seseorang alasannya yakni kesadaran dan kemauan sendiri. Koentjaraningrat (1994) menyampaikan ada tiga bentuk partisipasi : (1) berbentuk tenaga, (2) berbentuk pikiran, dan (3) berbentuk materi atau benda.

Partisipasi dalam bentuk tenaga, di mana masyarakat negara terlibat atau ikut serta dalam banyak sekali kegiatan melalui tenaga yang dimilikinya. Partisipasi dalam bentuk ini seringkali disebut dengan partisipasi fisik. misal partisipasi dalam bentuk fisik, mirip : ikut serta telibat dalam kerja bakti atau bahu-membahu yang dilaksana di lingkungan RT, RW dan sebagainya.

Partisipasi dalam bentuk pikiran, di mana masyarakat Negara sanggup terlibat atau ikut serta dengan cara menyumbangkan ide, gagasan atau pemikiran dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi bersama serta untuk kebaikan bersama. misal partisipasi dalam bentuk ini, mirip : memberikan masukan atau mempersembahkan masukan kepada pihak pemerintah baik dengan cara verbal maupun tertulis melalui media (Koran, majalah, radio atau televisi) dan disampaikan dengan cara dan bahasa yang santun dan bersifat membangun.

Sedangkan partisipasi dalam bentuk materi atau benda yakni keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat negara dalam suatu kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk materi maupun benda tertentu. misal partisipasi dalam bentuk ini, mirip : mempersembahkan sumbangan berupa uang atau barang pada korban tragedi alam, atau mempersembahkan dana menolongan kepada masyarakat negara yang sedang dilanda banjir di tempat tertentu, dan sebagainya.

Berpartisipasi ialah salah satu ciri sebagai masyarakat negara yang baik. Seseorang dengan ganjal an apapun dihentikan tidak berpartisipasi, alasannya yakni berpartisipasi ialah kewajiban masyarakat negara dan sebagai wujud pemiliki kedaulatan rakyat. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa yang demokratis sanggup terhambat sebagai akhir tidak adanya partisipasi dari masyarakatnya. Pemerintahan demokrasi sebagaimana yang dikemukakan Abraham Lincoln, yakni pemerintahan yang berasal dari rakyat, dilaksanakan oleh rakyat dan ditujukan untuk rakyat. Dari pengertian tersebuti, demokrasi hakikatnya yakni partisipasi. Dalam kaitan inilah maka partisipasi sangat penting artinya dalam kehidupan suatu negara.

Dari uraian tersebut di atas, sanggup dirumuskan bahwa partisipasi ialah keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat negara dalam proses bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat. Ada tiga unsur yang harus dipenuhi untuk sanggup dikatakan masyarakat Negara berpatisipasi, yaitu (a) ada rasa kesukarelaan atau tanpa adanya paksaan, (b) adanya keterlibatan secara emosional, dan (c) adanya manfaat yang diperoleh dari keterlibatannya.

Warga negara partisipatif yakni masyarakat negara yang senantiasa melibatkan diri atau ikut serta dalam banyak sekali kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada banyak sekali aspek kehidupan nasional. Partisipasi wargguagara meliputi banyak sekali aspek kehidupan nasional seperti, aspek politik (pol), aspek ekonomi (ek), aspek sosial budaya (sosbud) dan yang lainnya. Membentuk masyarakat negara yang partisipatif bukanlah hal yang gampang, segampang kita mengucapkan. Mewujudkan masyarakat negara yang partisipatif membutuhkan kesadaran dan kesepakatan yang tinggi.

1. Partisipasi pada aspek Politik

Ada beberapa pendapat yang terkait dengan partisipasi politik sebagaimana di sampaikan diberikut ini, antara lain :

a.   Rush dan Athof (1993) dalam Nurmalina (2008) mengemukakan bahwa partisipasi politik dimaksudkan yakni keikutsertaan atau keterlibatan individu masyarakat negara dalam sistem politik. Rush dan Athof spesialuntuk mempersembahkan pengertian wacana partisipasi politik ini pada setiap kegiatan yang diikuti masyarakat negara pada setiap kegiatan politik yang ada.
b.   Huntington dan Nelson (1990) mempersembahkan difinisi partisipasi pada aspek politik ini sebagai kegiatan masyarakat negara preman (sipil : penulis) yang bertujuan mensugesti pengambilan keputusan oleh pemerintah.

Berbeda dengan pendapat Rush dan Athof di atas, Huntington dan Nelson melihat bahwa di dalam partisipasi politik ini ada tiga hal yang terkandung di dalamnya. Adapun ketiga hal yang dimaksudkan yakni (1) partisipasi meencakup kegiatan-kegiatan politik yang obyektif, bukan kegiatan-kegiatan politik yang subyektif; (2) yang dimaksudkan dengan masyarakat negara preman yakni masyarakat Negara sebagai perseorangan (individu) dalam berhadapan dengan kasus politik; (3) kegiatan yang dilakukan dalam partisipasi politik diseriuskan untuk mensugesti pengambilan kebijakan pemerintah.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para pakar di atas, sanggup disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan partisipasi politik tidak lain yakni keikut sertaan atau keterlibatan setiap masyarakat negara dalam kegiatan-kegiatan sistem politik yang ada, di mana hal tersebut berlangsung diubahsuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat negara yang bersangkutan.

Secara teori partisipasi politik sanggup diklasifikasikan menjadi dua, yakni partisipasi politik konvensional dan partisipasi non konvensional. Di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara partisipasi politik konvensional dianggap sebagai partisipasi yang normal. Partisipasi politik ini ialah hal yang biasa dilakukan di dalam negara demokrasi modern. Bentuk-bentuk partisipasi politik konvensional ini sanggup berupa : pemdiberian bunyi (voting), diskusi politik, kampanye, membentuk kelompok kepentingan, komunikasi aktif dengan pejabat politik atau pemerinta.

Sementara partisipasi politik non konvensional dimaksudkan ialah partisipasi politik yang dilakukan dengan penuh kekerasan atau dilakukan secara revolusioner. Karena partisipasi dalam bentuk ini dilakukan dengan cara-cara kekerasan atau bersifat revolusioner, maka sering dianggap sebbagai partisipasi yang illegal. Bentuk-bentuk partisipasi politik non-konvensional antara lain : petisi, demontstrasi, konfrontasi, mogok, tindakan kekrasan politik terhadap benda atau manusia, perang gerilya , revolusi dan sebagainya.

Beberapa teladan partisipasi politik yang sanggup dilakukan masyarakat negara sesuai dengan kemampuan yang dimiliki masing-masing :

a. Mengkritisi secara pandai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

Warga Negara yang baik senantiasa mau merespon dan mengkritisi banyak sekali kebijakan yang diputuskan pemerintah. Warga Negara bukan waktunya lagi mendapatkan secara membabi buta setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah, melainkan dituntut mau dan bisa mempersembahkan tanggapan berupa Koreksi atau masukan yang konstruktif. Di dalam budaya politik parokial, partisipasi politik masyarakat negaranya sangat rendah. Warga negara lebih bersifat pasif, cenderung spesialuntuk mendapatkan begitu saja produk-produk politik yang dihasilkan pemerintah. Di negara yang budaya politiknya bersifat parokial kebijakan-kebijakan yang ada dalam kaitan dengan pembangunan nasional bersifat to-down. Setiap negara demokrasi modern mirip kini ini mengarapkan partisipasi politik masyarakat sebagai masukan dan perbaikan pembangunan yang dilakukan.

Kritik dan masukan sanggup disalurkan dengan banyak sekali macam cara, diantaranya dengan melaksanakan demonstrasi atau unjuk rasa secara hening dan dilakukan sesuai dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku. Karena konstitusi (UUD 1945) sendiri mempersembahkan jaminan pada masyarakat negara untuk mengemukakan pendapat di depan umum baik secara verbal maupun tertulis. Hak dan kewajiban masyarakat Negara tersebut dijabarkan dan diatur lebih lanjut dalam Undang Undang Nomor 9 tahun 1998 yang mengatur wacana kemerdekaan memberikan pendapat di muka umum. melaluiataubersamaini diputuskannya undang undang tersebut mempersembahkan peluang terbuka bagi tiruana masyarakat masyarakat untuk mengajukan banyak sekali gagasan atau pandangan terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan ketentuan harus dilakukan secara positif.

b. Aktif dalam sebuah partai politik

Partai politik ialah suatu kelompok yang ada di masyarakat yang dilakukan secara terorganisir dan anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai dan harapan yang sama. Tujuan dari partai politik yakni untuk memperoleh kekuasaan politik dengan jalan merebut kekuasaan yang dilakukan secara konstitusional. Pada era reformasi kini ini peluang untuk terlibat dalam partai politik sangat terbuka. Kondisi ini dimanfaatkan dengan baik oleh anggota masyarakat, terbukti jumlah partai politik yang ada kini sekitar 39 partai politik.

c. Aktif dalam kegiatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Istilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau sering pula disebut Organisasi Non Pemerintah (ORNOP) atau dalam bahasa Inggrisnya Non Government Organisation (NGO) ialah suatu wadah bagi masyarakat untuk mewujudkan partisipasi politik, yang bersifat mempersembahkan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan dalam rangka menuju pemerintahan yang baik, transparan dan bertanggung jawaban.

d. Aktif melaksanakan Diskusi Politik

Belakangan diskusi politik sebagai bentuk salah satu partisipasi politik masyrakat berkembang dengan pbegitu pesat. Berbagai kegiatan dilakukan terkait hal itu, baik yang dilaksanakan secara eksklusif melalui forum-forum diskusi, seminar maupun saresahan, maupun melalui kegiatan-kegiatan yang difasilitasi media massa baik TV, Koran dengan cara melibatkan partisipasi aktif anggota masyarkat. Berbagai kegiatan tersebut dikemas sedemikian rupa sehingga menarikdanunik bagi anggota masyarakat mengikuti atau terlibat di dalamnya. Untuk memperoleh respon positif dari masyarakat, tema-tema yang diangkat menjadi tema diskusi yakni wacana-wacana politik yang sedang hangat dan aktualdi masyarakat. Proses politik yang berlangsung melalui diskusi politik tersebut sanggup dijadikan salah satu bentuk pendidikan politik yang efektif guna meningkatkan pengetahuan dan pendewasaan politik masyarakat.

Di dalam melaksanakan partisipasi politik, biar sanggup berjalan dengan baik, perlu memperhatikan beberapa hal sebagai diberikut ini :

1)   Sikap apatis yaitu sikap yang tidak mempunyai rasa kepudian atau minat atau perhatian kepada orang lain.
2)   Sikap sinis, maksudnya adanya perasaan curiga kepada orang. Politik dianggap sebagai hal-hal yang terkait dengan urusan yang koto-kotor, sehingga politisi tidak sanggup dipegang omongannya atau tidak sanggup dipercaya. Dalam kaitan ini seringkali masyarakat mengumpamakan mirip : “isuk tempe sore dele” maksudnya pagi bilangnya A, sore hari sudah bermetamorfosis Z.
3)   Alienasi, maksudnya masyarakat merasa bahwa politik itu sesuatu hal yang asing. Mereka cenderung berpikir politik dan pemerintahan dilakukan orang lain dan juga diperuntukkan untuk orang lain.
4)   Anomie, maksudnya adanya suatu perasaan yang dimiliki masyarakat di mana mereka merasa kehilangan nilai dan arah. Masyarakat merasa tidak dipedulikan oleh pihak penguasa, sehingga menjadikan hilangnya gairah dan keinginan untuk berpartisipasi.

2. Partisipasi pada aspek Sosial

Partisipasi social terkait dekat dengan keterlibatan atau keikut sertaan masyarakat negara dalam dalam kegiatan-kegiatan social kemasyarakatan. Partisipasi sosial ini sanggup berjalan dengan baik apabila setiap individu masyarakat negara mempunyai kepekaan sosial, yaitu suatu kondisi di mana individu masyarakat negara simpel merespon atau bereaksi mabadunga ada kasus di masyarakat. Dimilikinya perasaan ini oleh masyarakat negara menjadi pendorong timbulnya partisipasi social. melaluiataubersamaini kata lain, partisipasi sosial dalam kehidupan, bermasyarkat, berbangsa dan bernegara sanggup berjalan dengan baik, jikalau dalam setiap diri masyarakat negara tumbuh dan berkembang kepekaan sosial. 

Partisipasi sosial sanggup diwujudkan dengan banyak sekali cara, mirip :

a.   Memmenolong orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, baik berupa moril maupun materiil
b.   Memmenolong mempersembahkan solusi terhadap suatu permasalahan yang dialami orang lain maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
c.   Menjadi pencetus atau biro perubahan dan bukan menjadi beban bagi masyarakat
d.   Ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masyarakat
e.   Ikut menjaga keamanan dengan melaksanakan siskamling
f.    Ikut menjaga keutuhan masyarakat, bangsa dan Negara dengan selalu menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan

3. Partisipasi dalam bidang Ekonomi

Partisipasi dalam bidang ekonomi ialah keikutsertaan atau keterlibatan masyarakat negara dalam pembangunan ekonomi bangsa. Keterlibatan masyarakat negara dalam bidang ekonomi sangat diharapkan, alasannya yakni hal tersebut penting artinya biar sanggup mendorong pertumbuhan dan pertumbuhan ekonomi negara. Warga negara sanggup melaksanakan partisipasi dalam aspek ekonomi dengan cara :

a.   Taat membayar pajak
b.   Bersikap ekonomis dengan memakai dana yang ada sesuai kebutuhan
c.   Rajin menabung guna menyiapkan masa depan
d.   Mau menyisihkan harta untuk orang-orang yang membutuhkan
e.   Tidak memakai akomodasi negara demi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan
f.    Dapat menyebarkan jiwa kewirausahaan dan membuat lapangan pekerjaan bagi orang lain

4. Partisipasi pada aspek Budaya

sepertiyang diketahui bersama, bahwa bangsa Indonesia yakni suatu bangsa yang masyarkatnya sangat beragam dalam banyak sekali aspek kehidupan agama, ras, moral istiadat, antar golongan (SARA). Keragaman tersebut ialah suatu anugrah yang patut dijaga dan dilestarikan dan bahkan dikembangkan kea rah yang lebih baik lagi. Untuk itu partisipasi dari seluruh masyarakat negara sangat dibutuhkan.

Berikut ialah beberapa teladan partisipasi dalam aspek budaya, mirip :

a.   Mencintai budaya-budaya lokal dan juga budaya nasional, contohnya : dengan menyayangi produk-produl tempat sendiri dan produk dalam negeri
b.   Tidak bersikap etnosentrisme ataupun chauvisisme, dengan terlalu mengagung-agungkan tempat atau bangsa sendiri dan menganggap yang lain lebih rendah
c.   Selalu diberinovasi dan berkreasi untuk menyebarkan budaya tempat sekaligus budaya nasional

Partisipasi masyarakat Negara dalam banyak sekali aspek kehidupan sangat diharapkan dalam rangka mewujudkan tujuan maupun harapan nasional yang diinginkan. Tanpa adanya partisipasi dari seluruh waganya, harapan maupun tujuan yang diinginkan bangsa yang bersangkutan tidak mungkin sanggup terwujud. Partisipasi masyarakat negara yang baik dan bertanggung jawaban sanggup ditingkatkan dengan cara:

a.   Menambah pengetahuan masyarakat, mengingat masyarakat akan sanggup melaksanakan partasipasi dengan benar jikalau mereka mempunyai pengetahuan yang benar wacana hal itu.
b.   Memdiberikan tes kepada masyarkat akan keterampilan untuk berpartisipasi.
c.   Mengembangkan abjad masyarakat
d.   Melakukan komitmen-komitmen dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

0 Response to "Substansi Pendidikan Kewarganegaraan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel